Kamis, 06 Desember 2012

EKONOMI SYARIAH

Penerapan system profit and loss sharing (bagi hasil keuntungan dan kerugian) di dunia mulai diterapkan pertama kali di Pakistan dan Malaysia sejak sekitar tahun 1940-an, yaitu dengan adanya upaya pengelolaan dana jamaah haji secara inovatif dengan system bagi hasil. Bank syariah di dunia dimulai dengan didirikannya Mit Ghamr Bank- di Kairo, Mesir, pada sekitar tahun 1963. Secara signifikan, perkembangan bank syariah di dunia mulai berkembang pesat sejak didirikannya Islamic Development Bank (IDB) di Jeddah, pada tahun 1975. Selain itu disusul oleh Dubai Islamic Bank (1975), Kuwait Finance House (1977), Islamic Faisal Bank ( di Mesir dan Sudan) pada tahun 1978, Jordan Islamic Bank for Finance and Investment , Bahrain Islamic Bank, dan Islamic International Bank for Investment and Development. Dan setelah itu barulah bank Syariah mulai menjamur di dunia.
Sedangkan perkembangan Bank Syariah di Indonesia dipengaruhi oleh perkembangan perbankan syariah di Negara-negara  Islam pada tahun 1970-an. Awal periode 1980-an, para cendekiawan muslim telah mulai membangkan wacana dan studi mengenai Bank Syariah. Setelah melalui kajian yang cukup panjang, Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada 18-20 Agustus 1990 menyelenggarakan Lokakarya Bunga Bank dan Perbankan di Cisariua, Bogor. Kemudian hasil Lokakarya tersebut ditindaklanjuti dengan diadakannya Musyawarah Nasional IV MUI di Jakarta pada tanggal 22-25 Agustus 1990. Berdasarkan amanat Munas tersebut dibentuklah kelompok kerja untuk mendirikan Bank Islam di Indonesia.
Bank Muamalat adalah Bank Syariah yang didirikan pertama kali di Indonesia, Bank ini berdiri pada 1 November 1991 dan mulai beroperasi pada 1 Mei 1992. Pada saat itu bank dengan system bagi hasil sudah diperbolehkan beroperasi oleh pemerintah. Dan pada tahu  1998 peraturan tentang operasional Bank Syariah sudah semakin membaik. Bank Konvensionaldiperbolehkan untuk membuka Bank Syariah. Karena itulah pada tahun 1999 mulai berdiri Bank Syariah Mandiri Unit Usaha (UUS) Bank IFI. Setelah tahun 1999, di Indonesia mulai banyak berdiri bank-bank Syariah lain sehingga saat ini tak kurang dari 37 bank sudah melayani transaksi syariah.

B.     JENIS-JENIS BANK SYARIAH
Dilihat dari jenisnya, terdapat 4 macam Bank Syariah, diantaranya adalah sebagai berikut :
1.      Bank Umum Syariah (BUS)
BUS (Bank Umum Syariah) adalah bank yang sudah berdiri sendiri dan memiliki status perusahaan tersendiri (perusahaan terbuka) sehingga dapat mengelola segala teknis operasionalnya sendiri. Pada saat pertengahan tahun 2008 ada 4 BU, yaitu Bank Muamalat, Bank Syariah Mandiri, Bank Syariah Mega Indonesia, dan Bank Persyarikatan Indonesia.

2.      Unit Usaha Syariah (UUS)
Kedudukan UUS terhadap Bank induknya (yang konvensional) biasanya setingkat divisi, departemen, group, bisnis unit, atau bahkan produk. Tetapi dana yang ada tidak akan tercampur dengan yang konvensionalnya, dikarenakan pencatatan/pembukuannya berbeda. Bahkan meskipun transaksi dilakukan di counter bank induk yang konvensional, pencatatan di system bank juga berbeda, dan pelaporan ke Bank Indonesia juga berbeda, jadi secara prinsip dana yang diterima dari bank syariah tidak akan tercampur dengan bank konvensionalnya.
Saat ini yang termasuk UUS diantaranya adalah Bank IFI Syariah, Bank BNI Syariah, Bank Bukopin Syariah, Bank BRI Syariah, Bank Danamon Syariah, Bank BII Syariah, Bank HSBC Amanah Syariah, Bank Niaga Syariah, Bank Permata Syariah, Bank BTN Syariah, Bank Ekspor Indonesia Syariah, Bank BTPN Syariah, Bank Lippo Syariah, dan ABN Amro Bank Syariah, dan masih dapat bertambah lagi bank-bank syariah lainnya seiring dengan pertumbuhan bank syariah yang begitu pesat.
Pada UUS ini, bisa diubah menjadi bank syariah tersendiri yaitu dengan cara spin off (pemisahan) dari bank induknya. Proses ini diawali dengan cara akuisisi terhadap sebuah bank (biasanya bank kecil). Bank yang akan diakuisisi bisa bank konvensional bisa juga pada bank syariahnya. Tetapi dengan berbagai pertimbangan, biasanya akuisisi lebih disarankan dilakukan terhadap bank konvensional. Kemudian setelah tahap akuisisi, ada lagi proses konversi, migrasi, dan transfer asset.

3.      Unit Usaha Syariah Bank Pembanguna Daerah (UUS BPD)
UUS BPD adalah UUS yang dimiliki oleh Bank Pembangunan Daerah. UUS BPD saat ini terdiri dari Bank Jabar Syariah, Bank DKI Syariah, Bank Riau Syariah, Bank Sumut Syariah, BPD Aceh Syariah, BPD Kalsel Syariah, BPD NTB Syariah, Bank Sumsel Syariah, Bank Kalbar Syariah, BPD DIY Syariah, BPD Kaltim Syariah, Bank Nagari Syariah (BPD Sumbar), Bank Jatim Syariah, Bank Sulsel Syariah, dan Bank Jateng Syariah.

4.      Bank Kustodian Syariah
Bank Kustodian atau biasanya disingkat kustodian adalah suatu lembaga (bank) yang bertanggung jawab untuk mengamankan asset keuangan dari suatu perusahaan ataupun perorangan. Bank kustodian ini akan bertibdak/berperan sebagai tempat penitipan kolektif dari asset seperti saham, obligasi, serta melaksanakan tugas administrative seperti menagih seperti penjualan, menerima dividen, mengumpulkan informasi mengenai perusahaan acuan seperti misalnya Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan, menyelesaikan transaksi penjulan dan pembelian, melaksanakan transaksi dalam valuta asing apabila diperlukan, serta menyajikan laporan atas seluruh aktivitasnya sebagai kustodian kepada kliennya.
Bank yang saat ini melayani kustodian syariah ada enam yaitu Deutsche Bank, Kustodian Bank HSBC, Kustodian Bank Niaga, Citibank N.A. Indonesia, Kustodian Bank Bukopin, dan Standard Chartered Bank.

C.      PRODUK PERBANKAN SYARIAH
Produk perbankan syariah dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu:  Produk Penyaluran Dana, Penghimpunan Dana dan Produk yang berkaitan dengan jasa yang diberikan perbankan kepada nasabahnya.

Analisis :

Ekonomi pada system syariah berbeda dengan ekonomi pada dasarnya, contohnya pada bank syariah yang tidak menerapkan system bunga seperti bank konvensional melainkan menrapakan system bagi hasil. Tujuan dibentuknya ekonomi syariah ini adalah untuk untuk memberikan kesejahteraan material dan spiritual berbeda dengan bank konvensional yang didirikan bertujuan untuk mendapatkan keuntungan material sebesar-besarnya. Kesejahteraan material dan spiritual tersebut didapat melalui usaha pengumpulan dan penyaluran dana yang halal. Artinya, bank syariah tidak akan menyalurkan dana untuk usaha-usaha yang tidak bisa dijamin bahwa hasilnya berasal dari kegiatan yang halal. Karena itu dapat dikatakan bahwa konsep keuntungan pada bank konvensional lebih cenderung, berfokus pada sudut keuntungan materi, sedangkan konsep keuntungan pada bank syariah harus memperhatikan keuntungan dari sudut duniawi dan akhirat. Jika memang tujuan nasabah sesuai dengan tujuan bank syariah, maka secara prinsip tidak ada kekurangan dari menabung di bank syariah karena adanya keseimbangan antara duniawi dan akhirat. Namun apabila tujuan nasabah lebih ke aspek-aspek material, maka bisa jadi keuntungan yang diperoleh akan kurang sesuai dengan harapan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar